Selamat Menjalankan Ibadah Puasa 1432 H

Halaman

Minggu, 31 Juli 2011

Sejumlah Anggota DPRD Sumut Pulangkan Uang Reses

Hasil Audit BPK Ditemukan Penyimpangan
http://www.mandailingonline.com/wp-content/uploads/2010/09/logo-dprd1.jpg
MEDAN-Anggota DPRD Sumut ramai-ramai mengembalikan uang reses tahun 2010 ke kas daerah melalui Kejatisu. Pengembalian itu dilakukan setelah BPK RI perwakilan Sumut dalam auditnya menemukan penyimpangan. Informasi yang dihimpun wartawan dalam beberapa hari terakhir, Kejatisu pada 17 Juli 2010 telah menyurati seluruh anggota DPRD Sumut agar mengembalikan dana reses 2010 sebesar Rp30 juta-Rp40 juta per orang, total seluruhnya sebesar Rp4 miliar. Dana tersebut jadi temuan BPK RI karena tidak digunakan untuk reses, namun uang diambil.

Informasi ini ditutupi oleh kalangan anggota dewan, bahkan Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun mengatakan, tidak ada permintaan pengembalian uang reses oleh Kejatisu. Dia juga mengaku tidak mengetahui ada penyimpangan dana reses.

Sementara itu, beberapa anggota dewan lainnya juga mengaku hal yang sama. Kebenaran tentang informasi ini diketahui setelah anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP, Brilian Mocktar buka-bukaan. Dengan gamblang dia mengakui hal itu. “Sebagian anggota dewan sudah memulangkan uang tersebut. Karena tertanggal 30 Juli 2011 besok (hari ini, Red) uang tersebut sudah harus dikembalikan semua. Jadi, sebenarnya sudah selesai,” terangnya, Jumat (29/7). Brilian tidak menjelaskan apakah dia telah memulangkan uang tersebut atau belum.

Lebih lanjut anggota dewan yang terkenal vokal ini menjelaskan, ini merupakan indikasi saja. “Seharusnya BPK bisa lebih memperdalam masalah ini. Ini hanya kesalahan mekanisme,” ujarnya lagi. Sementara itu, Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun menerangkan, dirinya sama sekali tak mengetahui tentang hal itu. “Saya tidak tahu ada surat yang dilayangkan ke para anggota DPRD Sumut. Saya juga tidak ada menerima pemberitahuan dari Kejatisu tentang hal ini. Dan para anggota juga tidak ada yang memberikan laporan,” terang politisi Partai Demokrat itu.

Di tempat terpisah, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS Amsal menerangkan, mengenai hal ini ia belum mengetahui apa-apa, pasalnya ia belum ke kantor sejak pulang dari melakukan kunjungan kerja ke luar kota. Namun menurutnya, hal ini disebabkan masalah administratif penggunaan dana reses tersebut. “Kegiatan reses ini kan dikelola sekretariat. Sedangkan anggota sendiri hanya tinggal datang, duduk dan menerima keluhan-keluhan hingga menawarkan solusi di dapilnya. Nah, ada kemungkinan pertanggungjawaban yang dibuat sekretariat tak sesuai dengan yang diminta,” ujar Amsal.

Menurut Amsal lagi, sebelum-sebelumnya dana reses ini dikelola langsung oleh anggota DPRD Sumut. Namun, saat ini semuanya dikelola oleh pihak sekretariat. “Dana tersebut bisa saja tak habis karena hanya sebagian yang digunakan.

Nah, ini juga berpotensi menyebabkan kesalahan administratif tadi. Karena dengan anggota DPRD Sumut yang berjumlah 100 orang itu, tentunya tak akan bisa terlayani seluruhnya dengan maksimal. Sementara kegiatan reses ini hanya diberikan waktu lima hari kerja dalam seminggu dan hanya dilakukan tiga kali setahun,” terangnya.

Dengan adanya permasalahan ini, secara pribadi Amsal merasa dijebak. “Karena penggunaan dana reses ini terlalu kaku. Dan hanya sekretariat yang bisa mengelolanya. Namun, jika memang pihak Kejatisu meminta dana tersebut dikembalikan, kita siap. Namun, sejauh dana yang bisa kita pertanggungjawabkan tentunya kita akan mengembalikan selisihnya,” ujarnya.

Namun, ia menegaskan, hal ini sangat memperlihatkan dan mengindikasikan begitu bobroknya sistem adminstrasi di Indonesia.

Sementara itu, anggota DPRD Sumut Komisi A, Isma Fadly Ardya Pulungan menuturkan, dana reses dengan jumlah yang sangat minim tersebut harus diselesaikan dalam dua tahap. “Dana reses yang saya terima berjumlah Rp30 juta, berarti sekali melakukan kunjungan ke konstituen di dapil hanya Rp15 juta.
Mau berbuat apa dengan uang yang sangat minim tersebut. Nggak mungkin kita hanya sekadar melakukan kunjungan, tentunya kita harus melakukan program sosial kemasyarakatan. Dan dengan jumlah dana reses yang sebegitu kecilnya tentunya tak akan bisa berbuat apa-apa,” tegasnya.

Harusnya, jika Kejatisu memang ingin mengkritisi penggunaan dana reses tersebut, pihak Kejatisu harus melakukan survei di berbagai dapil para anggota DPRD Sumut. “Lihat, di dapil mana saja dan siapa anggota DPRD Sumut-nya yang bisa membuktikan mereka memang melakukan reses dengan membantu masyarakat di sana. Itu baru bagus,” kata Isma lagi.

Bukan sombong, sambung Isma, ia mengaku walau tak ada dana reses tersebut ia tetap melakukan kunjungan sekaligus pantauan ke dapilnya. “Dapil saya di Labuhan Batu Induk, Labusel dan Labura. Boleh tanya di sana, apa saya jarang melakukan kunjungan ke sana.

Karena walau tak ada dana reses memang sudah kewajiban seorang anggota DPRD Sumut mendatangi masyarakat yang mendukungnya pada pemilihan dulu. Tentunya untuk menampung aspirasi dan keluhan-keluhan masyarakat di sana. Dan akan lebih baik lagi jika kita mampu kita bisa melakukan program-program bantuan kepada mereka,” jelasnya.

Isma berharap, pemerintah bisa menambahkan anggaran dana reses tersebut. Dengan begitu, menurutnya kebutuhan masyarakat akan ditampungnya aspirasi dan keluhan mereka bisa lebih maksimal dilakukan.

Sementara itu, anggota DPRD Sumut Komisi B Guntur Manurung mengaku terkejut, mengenai hal ini. “Saya belum mendapatkan surat itu,” jelasnya. Namun, ia juga mengatakan, dana reses ini sifatnya harus dipergunakan, jadi jika pihak Kejatisu meminta mengembalikan dana tersebut, tentunya sisa dari penggunaan saja. “Jika kita memiliki pertanggungjawaban terhadap dana yang kita gunakan, tentunya itu bukan satu masalah. Ya, kita tinggal mengembalikan dana yang belum terpakai saja,” kata Guntur.

Sementara itu, sumber di Kejatisu menyebutkan, permintaan mengembalikan uang rakyat itu adalah hal yang wajar. Itu dilakukan setelah BPK menemukan adanya dugaan penyimpangan. “Meski kesalahan administratif, uang negara harus dikembalikan.

Sudah sebagian besar mengembalikan uang tersebut, kalau tidak dipulangkan bisa masuk ranah pidana,” ujar sumber tersebut. Kasi Penkum Kejatisu, Edi Irsan Tarigan yang dikonfirmasi mengaku tidak tahu, karena sebagian besar pejabat Kejatisu sedang berada di Jakarta. “Nanti saya cek,” katanya.(sumber/sumutpos)

Kurnia Saragih Bakal Disidang di Medan

Ketekoran Kas Pemko Siantar
SIMALUNGUN-Kasus tindak pidana korupsi yang dipimpahkan ke Pengadilan Negeri Pematangsiantar dan Simalungun setelah 28 April 2011, bakal disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) di Medan. Salah satunya, dugaan ketekoran kas Pemko Pematangsiantar tahun 2005 sebesar Rp1,2 miliar, dengan tersangka mantan Plh Wali Kota Kurnia Saragih.
Ini sesuai Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor, dan SK Ketua Mahkamah Agung Nomor 022/KMA/SK/II/2011 tanggal 7 Pebruari 2011 tentang Pengoperasian Pengadilan Tipikor. Pengadilan ini satu-satunya pengadilan yang berhak dan berwewenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Tipikor.
“Berkas perkara Ir KS (Kurnia Saragih, red) akan disidang di Pengadilan Tipikor Medan. Sebab Pengadilan Tipikor sudah diresmikan untuk tiap provinsi,” kata Ketua Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar, Pastra Joseph Ziraluo, kemarin.
Ditambahkannya, Kurnia disidangkan berdasarkan pemeriksaan empat terdakwa kasus ketekoran kas Pemko dan sedang menanti putusan majelis hakim.
“KS kembali menjadi terdakwa atas keterangan empat terdakwa kasus ketekoran kas Pemko kurang lebih Rp1,2 miliar. Keempat terdakwa yaitu Paian Siagian, Lomo Gultom, Albert Nainggolan, dan Panahatan Sihombing. Keempatnya masih dalam proses sidang,” tambahnya.
Sedangkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pematangsiantar Katar Ginting yang dihubungi melalui ponselnya, Jumat (29/7) sekira pukul 17.00 WIB, tidak memberikan keterangan.
“Langsung datang ke kantor saja kalau mau konfirmasi, jangan lewat Hp,” katanya sambil menutup sambungan telepon.
Seorang jaksa di Kejari Pematangsiantar yang sempat ditanya mengaku berkas perkara Kurnia Saragih dikembalikan PN ke Kejari Pematangsiantar, dan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan.
“Memang sudah dilimpahkan ke PN Siantar oleh Kejari beberapa waktu lalu. Tetapi berhubung adanya anjuran dan edaran Mahkamah Agung yang menyatakan kasus korupsi disidang di Pengadilan Tipikor, berkasnya dikembalikan ke jaksa untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan. Mungkin dalam waktu dekat segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan,” katanya
Kurnia sendiri masih menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pematangsiantar dalam kasus mark up pengadaan mobil ambulans Dinas Kesehatan (Dinkes) Simalungun.
Sementara Ketua PN Simalungun Hasmayetti SH melalui Wakilnya Abdul Siboro dalam sambutannya pada pisah sambut hakim Halida Rahardini yang akan pindah tugas ke Tebing Tinggi, Jumat (29/7) siang menerangkan, pasca adanya Pengadilan Tipikor di Medan, semua perkara korupsi per 28 April 2011, langsung dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor. Namun perkara yang dilimpahkan sebelum tanggal tersebut dan sidangnya sedang berjalan hingga kini, akan diteruskan di PN Simalungun.
Ditambahkannya, sejalan dengan itu, penyitaan, penggeledahan, dan perpanjangan penahanan kasus pidana masih wewenang PN Simalungun. Hanya saja sidang sudah wewenang Pengadilan Tipikor Medan.
“Izin penyitaan, penggeledahan, dan perpanjangan tahanan kasus tindak pidana yang dilimpahkan kepolisian dan jaksa masih hak dan wewenang PN Simalungun. Namun khusus Tipikor adalah kewenangan Pengadilan Tipikor,” katanya.
Menanggapi hal itu Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Simalungun, Edmon N Purba mengatakan pihaknya sudah memeroleh izin sita untuk kasus dugaan korupsi bantuan ternak lembu dengan tersangka Zulkarnain.
“Memang setelah keluarnya keputusan tersebut, semua perkara korupsi langsung kita limpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan. Saat ini ada dua perkara yang sedang kita upayakan untuk kelengkapan berkasnya, yaitu perkara terhadap Zulkarnain selaku Ketua Kelompok Tani Gotong Royong dalam dugaan korupsi bantuan ternak lembu di Bandar Huluan yang dananya bersumber dari Dinas Peternakan Sumut melalui program Sarjana Masuk Desa, serta kasus dugaan korupsi beras miskin (raskin) Pangulu Hatonduhan,” terangnya.
Khusus untuk dugaan korupsi raskin dengan tersangka Rikson Napitupulu, sambungnya, Kejari Simalungun sedang meminta keterangan dari ahli untuk mengetahui jumlah kerugian negara.
“Baru tadi kita datangkan Kasmudin Sitanggang, selaku ahli dari Inspektorat Simalungun untuk menghitung kerugian negara akibat dugaan korupsi pangulu ini. Semoga berkas kedua perkara ini akan lengkap dalam tempo singkat, sehingga bisa dikirim ke Pengadilan Tipikor Medan,” tambah Edmon. (hez/awa)

Rabu, 06 Juli 2011

Bank Sumut-Pemko Sibolga Sepakati Cash Management System Untuk Tingkatkan Pelayanan

















MEDAN(KLIKDUNIAMEDIA)
Management System adalah saluran distribusi elektronik untuk melakukan aktifitas terhadap rekening dan memeroleh informasi bank melalui koneksi internet menggunakan browser atau melakukan koneksi dial-up, dan seluruh data keuangan milik Pemko Sibolga telah diinput di sana. "Pemko Sibolga setiap saat dapat meng-update dan mengontrol aktifitas seluruh data keuangan melalui petugas operator, karena informasi keuangan yang didapatkan lebih cepat dan akurat (real time), sehingga dapat menghemat waktu dan meringkas cara kerja. Artinya, pejabat Bandahara Umum Daerah (BUD) tak perlu repot-repot datang ke Bank Sumut untuk melakukan transaksi keuangan, semisal, melakukan pemindahbukuan keuangan (mutasi rekening), atau bahkan melakukan transfer ke bank lain," beber Gus Irawan















Menurut Gus Irawan, Pemerintah daerah dapat melakukan aktifasi pengelolaan keuangan termasuk melakukan mutasi rekening sekaligus kontrol informasi keuangan tanpa harus datang ke kantor Bank Sumut. "Hal itu dilakukan melalui pemanfaatan aplikasi kas daerah yang dinamai Cash Management System dan segera diberlakukan dalam waktu dekat ini atas kerja sama Bank Sumut dengan Pemko Sibolga. Seluruh software dan hardware-nya disediakan oleh Bank Sumut di kantor Walikota ataupun dinas yang ditunjuk oleh Walikota Sibolga," sebut Gus Irawan di sela penanda tanganan kerjasama pemanfaatan Cash Management System di Sibolga, Sabtu (2/7) pekan kemarin.

Direktur Utama PT. Bank Sumut, Gus Irawan Pasaribu, SE, AK mengungkapkan, dalam rangka peningkatan layanan jasa terhadap pengelolaan dana Pemko Sibolga yang ditempatkan di Bank Sumut.
Pemko Sibolga
"Pemberlakuan Cash Management System ini diharapkan dapat menghindari fitnah karena semua dilakukan secara transparan dan akuntabel. Fiturnya sudah lengkap, dan terkoneksi langsung dengan secure line ke system Bank Sumut. Melalui sistim ini, Pemko Sibolga dapat secara langsung menginput data termasuk melakukan transaksi keuangan antar rekening Bank Sumut, pemotongan pajak, cetak rekening koran dan lainnya, hingga diterbitkan surat perintah pencairan dana (SP2D)," tuturnya.
Teknologi Cash Management System yang diberlakukan di Kota Sibolga, sambung Gus Irawan, merupakan kedua di Sumut setelah kerja sama serupa dilakukan bersama Pemprosu, sejumlah Kabupaten/Kota lainnya nanti akan menyusul.

http://dondaujung.files.wordpress.com/2010/05/syarfi-hutauruk-748478.jpg

Walikota Sibolga HM Syarfi Hutauruk menyatakan, pihaknya menyambut baik pemberlakuan Cash Management System tersebut dalam rangka peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah yang ditempatkan di Bank Sumut. "Sistim ini tentunya dapat menjamin transparansi pengelolaan keuangan Pemko Sibolga menuju pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance), sebab semuanya dilaksanakan dengan transparan, akuntabel dan penuh tanggung jawab dibawah pengawasan yang ketat dan terpadu," kata Syarfi Hutauruk.

Gus Irawan menambahkan pengawasan melalui pemberlakuan sistim ini tentunya lebih ketat dan lebih terjamin, dilakukan mulai dari petugas operator, kemudian diperiksa/diverifikasi oleh petugas checker/verifikator dan selanjutnya disetujui oleh pejabat terkait. Setelah itu dapat dilakukan monitoring oleh pejabat diatasnya.(ak)